Karya: Sarinah Annisa (DPK GMNI Uswah UIN Antasari)

Kali ini saya mencoba untuk menuliskan sedikit pandangan saya mengenai perempuan, karena hari ini juga bertepatan sebagai hari lahir nya  Marsinah seorang aktivis buruh perempuan pada era orde baru.

Saya tertarik untuk membahas lebih dalam ketika saya membaca sebuah kata 'penindasan'
Dan lebih menarik lagi saat kata penindasan di lengkapi dengan kata 'perempuan'. Di era 4.0 dua kata ini masih banyak terjadi terutama di kalangan masyrakat. Ada banyak hal mengapa perempuan lebih mudah untuk di tindas, padahal menurut saya tidak ada yang berhak untuk di tindas bahkan menindas.

Ada banyak alasan yang di ngaungkan ketika penindasan terjadi, dari yang tidak masuk akal, hingga kepada alasan yang mengarah pada kepentingan golongan bahkan pribadi.
Sederhananya saja, perempuan di suruh memilih, apakah menjadi wanita karir atau menjadi ibu rumah tangga?
Secara tidak langsung, pertanyaan ini mengarah kepada sebuhan penindasan terhadap psikologi seorang perempuan, yang di mana seperti yang di katakan oleh mba Najwa Shihab bahwa perempuan dapat menjadi dan melakukan dua hal tersebut.

Dan saya ingin mengajukan pandangan saya, apa yang menjadi penyebab perempuan itu tertindas.
Penindasan yang sebenarnya terjadi pada perempuan di akibatkan oleh karakter sosial dan ekonomi. Karena, perubahan status perempuan telah berkembang sesuai dengan produktivitas tenaga kerja dan pembagian kerja manusia dalam pertanian, peran domestik, peternakan dan pengumpulan bahan, kemuculan divisi pekerja baru. Dimana kaum perempuan karena tugas biologisnya dalam produksi sosial untuk menghasilkan generasi berikutnya, penghasil tenaga kerja baru untuk di eksploitasi sama halnya seperti ternak. Seiring dengan kemunculan instititusi sosial ekonomi atas kepemilikan pribadi, diperkuat dengan pembelian perempuan(eksploitasi) beserta seluruh hidupnya oleh laki-laki (patriarkat). Hilangnya tradisi komunal primitif menjadi peluang bagi munculnya penghisapan kelas dan hubungannya dengan akumulasi kekayaan pribadi.

Sistem keluarga menginstitusikan dan menjadi lembaga penindasan perempuan, peran independen perempuan dalam kondisi sosial dihilangkan dan ketergantungan akan ekonomi yang menepatkan perempuan bekerja hanya untuk wilayah domestik saja, memasak, merawat anak dan lain sebagainya.sistem keluarga dilegalkan melalui sistem kelas, sepanjang berkembangnya kelas masyarakat. Bentuk keluarga sebagai mesin produksi disusun dan di adaptasi sesuai kelas penguasa dan bentuk kepemilikan pribadi mengalami perkembangan dengan tahap yang berbeda. Sistem keluarga di jaman perbudakan berbeda dengan jaman feodalisme. Dalam sistem perbudakan, institusi keluarga hanya terdapat pada kelas pemilik budak (budak tidak berkeluarga). Di jaman feodalisme, sistem keluarga diperluas hingga kelas pekerja dan budak, yang memiliki sedikit alat produksi (sebidang kecil lahan, binatang dan alat pertukangan), dan menjadi unit dasar yang mengerjakan produksi sosial.

Kapitalisme telah memodifikasi  penindasan terhadap perempuan agar sesuai dengan kebutuhan dan keuntungan ekonomi. Kemunculan industrialisasi kapitalis sebelumnya sudah memiliki banyak kontradiksi dalam mempertahankan penindasan perempuan, dengan munculnya pertembuhan kelas pekerja, diantara para pekerja merupakan unit keluarga yang tumbuh menjadi unit produksi dalam skala kecil. Tingginya jumlah perempuan yang tidak bekerja dan diperkuat suprastruktur yang menyebutkan bahwa tempat perempuan adalah dirumah, jika bekerja hanya dikatakan sebagai penambah penghasilan keluarga, ketika tidak bekerja maka perempuan akan terkurung dalam kerja-kerja rumah tangga. Dibawah sistem kapitalisme, sistem keluarga juga menciptakan mekanisme yang mengeksploitasi kaum perempuan sebagai pekerja upahan.

Terserapnya sejumlah besar kaum perempuan dalam industri telah membangun kontradiksi antara bertambahnya kemandirian ekonomi dan penundukkan domestik ke dalam unit keluarga. Sejak kaum perempuan menyadari bahwa penindasan terhadap mereka berasal dari masyarakat kelas, maka untuk meraih kebebasan struktur masyarakat harus dirubah.

Tidak ada kesalahan bagi kaum perempuan, ketika kami memilih untuk meraih pendidikan yang tinggi, berpikir kritis untuk masa depan, serta bergabung dalam perjuangan bersama laki - laki. Namun hal harus di ingat kita bertugas sesuai dengan kodrat dan fungsi nya masing - masing.

Merdeka!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar