“ING NGARSO SUNG TOLODO” sudah mati, keteladanan kini menjadi barang mahal dalam dunia pendidikan Indonesia. Itulah ungkapan yang muncul menyimak serangkaian berita yang baru-baru ini mengenai kasus pelesehan seksual dilingkungan dunia pendidikan Indonesia.
Pemberitaan nasional mengenai kasus pelecehan seksual (sodomi) yang menimpa korban seorang anak TK (Taman Kanak-Kanak) yang terjadi di Jakarta International School (JIS) kembali mencoreng wajah pendidikan nasional Indonesia. Terungkapnya kasus tersebut sekaligus menyeret nama perusahaan penyedia tenaga kerja outsorching PT ISS Facility Service. Hal ini juga memunculkan kenyataan bahwa lemahnya pengawasan (controlling) dari pemerintah, khususnya pihak Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud). Hal tersebut dapat dilihat izin Pendirian dan Penyelenggaran pendidikan dari JIS yang ternyata bermasalah.
Kasus pelecehan seksual tersebut kini sedang ditangani oleh pihak Polda Metro Jaya. Kasus ini juga kemudian memicu Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) untuk mengundang Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Kementrian Sosial, dan Kementian Kesehatan Republik Indonesia dalam penyelesaiannya.
Berdasar pemberitaan dari merdeka.com menyebutkan keterangan dari Ditjen Pendidikan Anak Usia Dini Nonformal dan Informal (Paudni) Kemendikbud, Lidya Freyani Hawadi, “Selama ini dari tahun 1992 status JIS ini tidak jelas, administrasinya ilegal dan tidak mempunyai mitra sekolah serta kurikulumnya tidak ada pelajaran Bahasa Indonesia, PPKN dan Agama padahal semua sekolah pelajaran tersebut wajib ada”.
Bahwa berdasarkan Pasal 1 Ayat (1) UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas harusnya sudah menjadi jelas dan terang benderang mengenai Hakikat Pendidikan Indonesia.
“Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara”.
Bahwa pendidikan merupakan “USAHA SADAR” dan TERENCANA” dalam bentuk pengembangan potensi diri. bahwa untuk memiliki yang utama dan terutama sekali adalah “SPIRITUAL”.
Yang menjadi catatan penting atas peristiwa ini adalah :
1. Terkait pelecehan seksual yang terjadi, pihak kepolisian diharapkan dapat menyelesaikannya sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
2. Pihak JIS harus bersedia bertanggung jawab atas kejadian tersebut karena yang menjadi korban dalam hal ini termasuk orang tua korban yang mengalami dampak psikologis, juga orang tua murid lainnya;
3. Pemerintah, dalam hal ini Kemendikbud khususnya bukan hanya harus ikut bertanggung jawab bagi penyelesaian kasus tersebut, namun juga mengevaluasi secara serius kinerja kementerian ini terkait pengawasan penyelenggaran pendidikan nasional;
4. Bilamana benar adanya lembaga pendidikan di wilayah Republik Indonesia yang menjalankan proses pendidikan yang bertentangan dengan dasar, fungsi, tujuan serta prinsip penyelenggaraan pendidikan nasional maka sudah sepantasnya untuk dibekukan dan diadakan pelarangan, termasuk terhadap lembaga pendidikan selain JIS;
5. Sesuai dengan konsepsi keteladanan, maka sudah sepantasnya Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud), mengakui kesalahannya dan bersedia untuk mengundurkan diri dari jabatannya, dan Presiden selaku kepala negara, harus tegas untuk mengganti Mendikbud bilamana yang bersangkutan tidak bersedia mengundurkan diri.
Penulis : Dedy Tri Ari Rahmad ( Presidium GMNI – Ketua Komite Pendikan dan Kebudayaan)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar