TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Persoalan pangan menjadi persoalan serius yang harus dijawab oleh suatu bangsa. Pangan merupakan kebutuhan pokok yang tidak dapat ditunda pemenuhannya, ataupun digantikan dengan kebutuhan lain.
Rakyat yang lapar tentu menjadi masalah serius terutama terhadap penguasa di suatu negara, kelaparan akan menyebabkan runtuhnya kredibilitas pemerintah dimata rakyatnya.
Terkait hal tersebut, Ketua Presidium Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia(GMNI), Twedy Noviady mengatakan, politik kemandirian pangan merupakan jalan utama yang harus ditempuh pemerintah Indonesia untuk membangun kedaulatan pangan.
“Politik kemandirian pangan merupakan perwujudan nyata kedaulatan bangsa,” kata Twedy kepada Tribunnews.com, Selasa(16/10/2012).
Twedy mengatakan, sudah saatnya pemerintah merubah haluan politiknya yang berorientasi pada ketahanan pangan menjadi kedaulatan pangan. Kedaulatan pangan kata Twedy lebih menekankan pada kemandirian bangsa dalam mengatasi persoalan pangan nasional tanpa tergantung pada negara lain.
Hal tersebut lanjut Twedy baru akan tercapai apabila pemerintah berorientasi melakukan pengembangan produktivitas sektor pangan melalui beberapa kebijakan yang mendukung seperti ketersediaan tanah bagi petani, penyediaan pupuk bagi petani, pengelolaan pascapanen, serta kebijakan lain yang mendukung.
Pendekatan impor yang dipilih pemerintah Indonesia dalam mengatasi pemenuhan kebutuhan pangan nasional kata Twedy menjadikan pemerintah begitu confidence dalam pernyataan-pernyataan politiknya. Pendekatan pragmatis yang demikian justru menjadikan pengembangan sektor pangan nasional menjadi lemah karena efek impor.
Impor produk pertanian terutama komoditi pertanian berdampak signifikan terhadap melemahnya kesejateraan petani nasional. Harga beras impor yang lebih murah dibandingkan dengan beras nasional menjadikan petani Indonesia kalah dalam persaingan harga karena tingginya biaya produksi petani mulai dari masa tanam sampai panen.
Lebih jauh Twedy menambahkan, pendekatan impor sebagai kebijakan politik pemerintah yang melemahkan pertanian nasional dengan tingginya handycap petani justru berbanding terbalik dengan apa yang dirasakan oleh importir beras. Untuk mewujudkan citra ketahanan pangan, pemerintah bahkan menerapkan biaya tarif impor yang rendah.
Tentu saja persaingan pasar menjadi sangat tidak sehat karena beras impor harganya lebih murah dari harga beras nasional. Masyarakat Indonesia sebagai konsumen beras tentu berpikir ekonomis dalam pemenuhan kebutuhan sehingga pilihan pasar akan lebih menguntungkan komoditas impor yang lebih murah.
Secara otomatis maka persediaan beras impor akan terus ditingkatkan untuk menjamin ketahanan pangan nasional dan semakin menempatkan pertanian nasional pada titik yang terendah nantinya.
“Melemahnya sektor pertanian nasional akan menyebabkan semakin miskinnya rakyat Indonesia, karena hampir sebagian besar rakyat Indonesia bertumpu pada sektor pertanian,” kata Twedy.
Pendekatan impor yang dilakukan pemerintah untuk menjamin ketahanan pangan menurut Twedy, merupakan kebijakan politik yang keliru dalam mengatasi persoalan pangan dimasa yang akan datang. Politik impor justru akan melemahkan pertanian nasional dan menjadikan Indonesia sebagai bangsa yang sangat tegantung terhadap bangsa lain untuk memenuhi kebutuhan mendasar yaitu persoalan pangan.
“Tentu kita dapat membayangkan apabila persoalan pangan saja kita sudah sangat tergantung pada negara lain, bagaimana mungkin kita dapat tumbuh menjadi suatu negara yang berdaulat secara utuh. Persoalan pemenuhan kebutuhan pangan rakyat adalah persoalan yang sangat serius yang harus dibenahi oleh pemerintah dalam setiap kebijakan politiknya,” katanya
sumber : http://www.tribunnews.com
Source : GMNI Website

Tidak ada komentar:

Posting Komentar